Bukan hanya karena kebetulan Stanley Harsha kenal sama Presiden Jokowi sejak tahun 2007, maka dia menulis tentang Presiden RI. Stanley membandingkan ‘Tukang Mebel’ dari Solo dengan ‘Anak Menteng’ Obama. Mari kita simak kutipan dari buku Seperti Bulan dan Matahari, Indonesia dalam Catatan Seorang Diplomat Amerika.
Hal. 32: “Diskriminasi di Amerika semakin berkurang. Kenyataan bahwa Obama terpilih sebagai Presiden bukan hanya merupakan tonggak sejarah Amerika dalam mengatasi rasisme, tetapi juga mengungkap adanya kesenjangan kebudayaan. Banyak lawan tidak menyukai Obama karena ia seorang liberalis. Sebagian tidak menyukainya hanya karena ia berkulit hitam. Mereka banyak menggunakan kebohongan berdasarkan prasangka dengan mengatakan bahwa ia seorang Muslim yang lahir di Afrika, yang dengan diam-diam berkonspirasi ingin mengubah Amerika Serikat menjadi sebuah negara yang didominasi oleh pengaruh asing Muslim.”
Hal. 33:“Sayangnya, Obama menghadapi banyak perlawanan dari anggota DPR AS yang bertekad menolak setiap programnya hanya untuk menjadikan Obama sebagai presiden gagal. Walau demikian, saya percaya bahwa sejarah akan menilai Obama sebagai seorang pemimpin yang bertekad untuk mengubah masyarakat di Amerika Serikat agar menjadi lebih adil, tidak berpihak, dan bersikap toleran.”
(Bersama anak-anak madrasah Ibtidaiyah di masjid Alfalah Jalan Murni, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, usai berbuka puasa dan sholat maghrib. |Foto: Berita Sore/Hj Laswiyati Wakid.)
Hal. 34: “Seperti Obama, Jokowi (Presiden RI) menawarkan kebijakan pendidikan yang dapat dicapai semua orang untuk menutup kesenjangan di antara yang kaya dan yang miskin. […] Jokowi juga menghadapi tantangan kuat baik dari gabungan partai oposisi di DPR maupun dari partai-partai koalisinya sendiri, yang menolak perubahan. Tentu saja impian Jokowi untuk Indonesia, lebih jauh jangkauannya dibandingkan dengan Obama. Dengan adanya fakta-fakta keadaan sosial Indonesia dan perkembangan politik hingga saat ini, tantangan yang dihadapinya jauh lebih berat.”
Membaca buku diplomat yang mendapat banyak penghargaan ini,Kompasianer (baca: saya) berkesimpulan bahwa Stanley blusukan sampai jauh, mendalam, dan menembus tembok budaya, tembok praduga yang berdasarkan kurang pengetahuan atau pemahaman antar budaya Indonesia-Amerika, Muslim-Non Muslim dan sebaliknya. Sebagai diplomat, penghargaan dalam berkariernya membuktikan kapasitasnya blusukan lintas negara, benua, budaya, dan lintas sektor kehidupan.
“Saya dari Colorado, tapi isteri saya dari Indonesia. Sudah 27 tahun kami bersama-sama tinggal berpindah-pindah, di Indonesia, Malaysia, Taiwan, Tiongkok, dan Afrika.” (Seperti Bulan dan Matahari, Indonesia dalam Catatan Seorang Diplomat Amerika , hal. 14)
“Jika kurang senang dengan sesuatu atau seseorang, isteri saya akan memberi isyarat yang halus, mengerutkan alis matanya sedikit, atau menyentuh lengan saya, meminta diam. Kalau seseorang bersikap kurang sopan terhadapnya, cukup baginya untuk menegakkan punggungnya sebagai tanda kepada orang tersebut untuk mundur — seorang Jawa biasanya akan mengerti teguran tersebut.” (hal. 46)
Dari aspek kehidupan pribadi, Stanley Harsa membuktikan bahwa blusukan itu sangat luas dan dalam maknanya, jauh lebih luas dari sekadar cara mencari tahu lebih banyak suatu akar persoalan, akar pemahaman, dan apa yang tidak selalu tampak tertulis atau terucapkan. Blusukan itu membuat dua hati bertaut dan menyatu sampai selamanya – apa lagi kalau bukan blusukan ke hati sang putri Solo, belahan jiwa – dan semakin kokoh dengan kehadiran kedua anak-anak yang menjadi anak-anak generasi Third World Kid.
“Mereka(baca:Annisa Harsha & Sean Harsha) menghabiskan seluruh hidup mereka untuk memutuskan apakah mereka Amerika, Indonesia, atau Third World Kid, anak-anak yang mengidentifikasikan diri pada lebih dari satu budaya.[…] Mereka juga merindukan malam-malam pergi makan nasi goreng di kaki lima.” (hal. 47-48)
Buku setebal 254 halaman ini sungguh membuat pembaca terharu biru, serius, tercerahkan, dan sekaligus merasa geli dan terhibur, karena isinya yang sarat makna dan nuansa.
Di mana bisa mendapatkan buku ini?
Buku ini tersedia di seluruh Toko Buku (TB) Gramedia, tetapi versi Bahasa Inggris-nya hanya dijual sesudah pertengahan Mei, di TB Gramedia tertentu, yaitu TB Gramedia Pondok Indah, Matraman dan Grand Indonesia. Pada tanggal 9 Mei, buku tersedia on-line, hard copy atau E-copy di SCOOP.
Menyusul berikutnya, peluncuran yang rencananya diadakan di Medan, Padang, Palembang, Solo dan Banda Aceh. Saat Kompasianer menanyakan kemungkinan pihak lain mengundangnya untuk ceramah atau diskusi buku, Stanley menyatakan bersedia. Untuk itu dia bisa dihubungi di akun Facebook: stanley harsha, atau di Twitter: stanley_harsha. | Twitter: @IndriaSalim
Referensi:
*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI