Menulis bagi Guru, Itu Keniscayaan [Bagian 1]

foto5-1-menulis bagi guru-1
Keterampilan Menulis Bukan Hanya Buat Penulis Buku

Berbagi gagasan dan pengalaman melalui tulisan, saya terapkan di kelas-kelas di mana saya mengajar beberapa mata pelajaran. Ini merupakan latihan yang penting, dan menjadi alat pemantauan kemajuan siswa dalam belajar bahasa. Setiap sesi, saya menugaskan siswa membuat sebuah karangan pendek, dengan topik yang sesuai dengan rencana kurikulum yang ada. Pada pelajaran berikutnya, mereka saya minta membacakan tulisan masing-masing, di depan kelas. Kadang, mereka saya minta menulis skenario drama, dan secara kelompok, mereka memeragakan drama yang mereka tulis sendiri.

Sesudah itu, kelas akan saya minta memberikan umpan balik atas penampilan masing-masing. Para siswa bisa memberi kritik, komentar, atau mengajukan pertanyaan. Ini saya lakukan dalam mata pelajaran apa pun yang menjadi bidang studi penugasan saya.
Pada awal proses penugasan menulis, siswa kesulitan mengungkapkan gagasan sejak kalimat pertama. Banyak yang mengalami kebuntuan. Lalu saya berkeliling ke setiap bangku, dan membimbing mereka dengan cepat — secara individual selama sesi berlangsung.
Lambat laun, siswa memilih memanfaatkan saat istirahat, dengan berbincang di dalam kelas, atau di kantin, tentang latihan menulis mereka. Ada beberapa siswa yang kemudian mengembangkan kebiasaan menulis jurnal, dengan tulisan tangan. Ini menyentuh sekali. Perubahan sikap siswa sungguh menggembirakan. Dari yang semula sangat cuek, menjadi sangat antusias, dan saya memanfaatkan pemetaan kelas, yang satu dengan kelas lainnya memiliki situasi berbeda.

Ada siswa yang gagap bicara, saya motivasi untuk membacakan saja tulisannya di depan kelas. Ada siswa yang paling cerdas dan cepat menangkap instruksi, aktif mengajukan pertanyaan beberapa langkah lebih maju dari rekannya. Siswa yang lebih cerdas, saya motivasi untuk menyemangatkan dan membimbing teman-teman di kelompoknya.

Usaha ini lambat laun menunjukkan hasil. Siswa menikmati pelajaran saya, dan mereka tidak lagi takut mengungkapkan kesulitan, atau mengajukan pertanyaan yang sedikit di luar topik mata pelajaran di kelas.
Bagi siswa, tugas menulis menjadi ajang menyalurkan perasaan dan pemikiran mereka. Saya menggunakan hal ini untuk memotivasi mereka agar menjadi anak yang mandiri, kreatif, percaya diri, kritis, analitis, dan setia kawan. Ada keceriaan saat menugaskan siswa membahas sebuah tema tertentu, dan menuangkannya kembali menurut pemikiran mereka. Ini memang perlu perhatian ekstra. Saya selalu pulang membawa setumpuk lembaran pekerjaan menulis siswa. Namun, semakin saya meneliti tulisan para siswa, semakin saya tergerak untuk mendorong mereka cinta menulis. Sungguh menyedihkan bila seorang pelajar tidak bisa menulis, bahkan hanya dua atau tiga paragraf untuk menceritakan kejadian atau situasi khusus di tempat tinggal masing-masing.
(Simak sambungan artikel ini di Bagian 2)

Guru mencoba pengalaman menulis di platform berbeda. Ini bisa menjadi daya tarik khusus bagi siswa, melatih ketekunan, keberanian mencoba hal baru yang positif, dsb. |Foto: Dokpri
Guru mencoba pengalaman menulis di platform berbeda. Ini bisa menjadi daya tarik khusus bagi siswa, melatih ketekunan, keberanian mencoba hal baru yang positif, dsb. |Foto: Dokpri
foto5-3
Menulis di sekolah, menulis di rumah. Sellyn (6 tahun), suka menulis karena Bu Guru |Foto: Indria Salim
Dari guru, siswa mulai suka menulis |Foto: Indria Salim
Dari guru, siswa mulai suka menulis |Foto: Indria Salim

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI 

Leave a comment