Fakta & Rahasia Saya Tentang Buku [Bagian 3 – Tamat]

3. Membaca Itu Mengasah Keterampilan Berbahasa & Menambah Kosakata


Dari cerita pengalaman beberapa sahabat saya, juga dari berbagai tulisan tentang orang-orang yang sangat tinggi keterampilannya berbahasa, baik sebagai penulis, pembicara, dosen, konseptor,motivator, atau penerjemah dan juru Bahasa, rata-rata dari mereka mengaku suka membaca. Bahkan ada yang memang menjadi kutu buku. Nah itu sudah merupakan bukti nyata manfaat membaca, bukan?

Selain itu, banyak sahabat dan saya sendiri bisa menggunakan bahasa lain selain bahasa ibu, juga karena membaca. Membaca buku berbahasa asing, memaksa kita untuk membuka kamus dan mencari padanan katanya. Kita mendapat keuntungan ganda, yaitu bertambah pengetahuan sesuai dengan topik bacaan, sekaligus menambah kosakata dan ungkapan bahasa tersebut. Semakin sering berlatih membaca buku berbahasa asing, semakin lancar otak saya memahaminya. Bonusnya, dengan sekali dayung, kita juga sambal mengasah keterampilan lainnya, yaitu menulis dalam versi Bahasa asing tersebut. Asyik, kan? Ini tentu menjadi nilai tambah bagi peningkatan karier kita, atau mencari peluang pekerjaan.

Membaca Buku Mengasah Keterampilan Menganalisis |Foto: Indria Salim
Membaca Buku Mengasah Keterampilan Menganalisis |Foto: Indria Salim

4. Membaca Melatih Kemampuan Berpikir Analitis


Saat membaca, pikiran kita menjadi aktif, baik untuk mencerna maupun menganalisis isinya. Ini menjadi latihan proses berpikir kritis dan analitis. Dalam membaca buku misteri atau cerita detektif, misalnya, selama membaca tanpa sadar pikiran kita menebak-nebak kira-kira akhir ceritanya nanti bagaimana, atau menilai apakah rangkaian kejadian dalam kisahnya itu logis, dan sebagainya.

Dalam membaca novel, kita mengasah kemampuan membuat analisis semua detil ceritanya — dari plot, alur cerita, penggambaran tokohnya sampai penyelesaian kisahnya. Nah, semakin sering membaca maka semakin mahir juga kita menelaah, atau membuat penilaian dari buku yang dibaca. Ini akan sangat bermanfaat dalam penerapannya di pekerjaan sehari-hari, terlebih kalau pekerjaan itu melibatkan kemampuan membuat konsep kebijakan. Manfaat ini yang juga saya rasakan dari hobi membaca buku.

5. Membaca Bisa Melatih Kemampuan Berkonsentrasi


Saat membaca buku, saya cenderung terlarut dan berkonsentrasi penuh. Bahkan bila saya membaca di tengah keramaian sebuah toko buku, misalnya. Apalagi bila dalam keadaan tergesa-gesa, semakin fokuslah saya menyerap isi buku, dan semakin mudah saya memahaminya dengan cepat. Aneh kan? Ini tidak berlaku untuk segala situasi, jadi hanya sesekali saja.

6. Rajin Membaca Bisa Meningkatkan Keterampilan Menulis


Bagi saya, membaca buku membuat saya tertantang, tergelitik untuk bisa menulis juga. Itu bisa karena saya merasa terhubung dengan topiknya, atau saya merasa tergoda dengan rasa penasaran atas kemampuan diri untuk bisa menulis buku yang menarik minat saya. Teknik menulis kreatif berbeda dengan menulis dokumen atau kertas kerja. Alhasil, saya harus belajar, dan belajar terus dengan memperbanyak jumlah buku yang dibaca.

7. Membaca Memberi Hiburan, Mengurangi Stres, dan Memberi Ketenangan Jiwa dan Pikiran


Tentu ini berlaku bagi yang suka membaca seperti saya. Kalau sedang suntuk, atau bete dan stress, membaca bisa menjadi peredanya. Katakanlah, kita suka membaca buku motivasi, nah sambal mendapatkan pencerahan, pikiran kita yang semula stress jadi teralih pada hal yang positif. Begitu pun bila kita membaca buku lainnya sesuai minat dan impuls waktu itu. Ada novel, buku petualangan & kisah perjalanan, buku tentang mode & gaya hidup, buku kesehatan, buku komik – lho komik? Kenapa tidak? Perlahan namun pasti, stres yang semula menekan di dada akhirnya mereda, atau terlupakan.

Di sini saya mendapatkan manfaat membaca buku — menghibur, dan membuat rileks, juga menenangkan pikiran atau gejolak emosi. Terlebih bila saat membaca itu diiringi dengan musik favorit.

Mengenalkan Buku Sejak Anak Usia Dini |Foto: Indria Salim
Mengenalkan Buku Sejak Anak Usia Dini |Foto: Indria Salim

Karena itu, saya menyarankan agar kebiasaan membaca menjadi virus dalam pendidikan keluarga. Ini bisa diterapkan pada pendidikan anak-anak sejak dini.

  • Pengalaman di rumah, membacakan buku atau bahan cerita kepada anak-anak itu meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami bacaan. Lambat laun, hal ini juga meningkatkan penguasaan kosakata mereka. Ketika anak-anak kita minta mendengarkan cerita dari sebuah buku, atau kita minta mereka membaca buku, acap kali mereka menanyakan kosakata baru, atau yang bagi mereka kurang jelas artinya. Ini menurut saya adalah proses yang berkelanjutan.

Pembiasaan ini bisa diterapkan baik untuk anak-anak balita, sampai usia menjelang remaja. Besar kemungkinan, bila ini konsisten dibimbing orang tua, maka minat baca anak akan timbul dan menjadi hobi mereka — membaca sebagai kebutuhan pribadi, tanpa harus diingatkan orang tua.

  • Sediakan buku bacaan yang sesuai, di tempat-tempat yang terjangkau anak-anak, misalnya di meja tamu, di ruang TV, di dekat kamar tidur, bahkan di mobil. Dengan pemaparan agak intens ini, maka secara langsung atau tidak akan mengundang perhatian anak-anak untuk membacanya.
  • Biasakan membaca sebagai bagian dari ritual harian. Tidak perlu lama, sekitar 20-30 menit membacakan cerita atau membuat anak-anak bercerita dari sebuah buku, itu sudah memadai asal dilakukan dengan teratur.

Sekian tentang fakta dan rahasia saya menyangkut buku. Salam Cinta Buku!

Twitter: @IndriaSalim

 

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI

Fakta & Rahasia Saya Tentang Buku [Bagian 2]

Selain buku-buku tersebut, saya juga membaca beragam artikel dari internet, dari bidang politik, sampai parenting dan gosip selebriti, dan tak terkecuali juga beberapa postingan teman-teman blogger & Kompasianer yang menambah wawasan saya.

Sejak usia sebelum sekolah, saya kebetulan sudah dikenalkan dengan makhluk bernama buku. Saya beruntung karena almarhum Ayah punya beberapa koleksi buku, dan istimewanya koleksinya terdiri dari buku dengan beragam versi bahasa.  Ada kamus bergambar & buku cerita berbahasa Inggris, lalu buku-buku cerita dan musik berbahasa Jawa, dan tentunya lebih banyak buku berbahasa Indonesia. Ibu saya kutu buku juga. Jadi beliau berlangganan majalah wanita “Mutiara”, majalah berbahasa Jawa “Panyebar Semangat“, dan Koran Kompas.

Dengan kata lain, sejak kecil kami tidak pernah lepas dari bahan bacaan, baik buku atau majalah. Dari kebiasaan ini, saya merasakan banyak manfaat membaca, antara lain:

1. Membaca Memberi Stimulasi Pada Otak, Melatih Kepekaan, Dan Meningkatkan Daya Ingat

Komplet sekali manfaat yang saya sebutkan di atas. Itu sepanjang pengalaman saya pribadi.
Meningkatkan daya ingat saya rasakan ketika membaca dan mengisi buku teka-teki silang (TTS). Memang saya sering mendengar bahwa mengisi TTS khususnya, memberikan stimulasi otak untuk mengungkap daya ingat, sekaligus mengembangkan kemampuan menambah kosakata. Sewaktu belajar dulu, salah seorang dosen saya pernah mengatakan bahwa otak punya keunikan luar biasa. Semakin sering dipakai, maka sel otak akan semakin mengadakan regenerasi. Semakin jarang dilatih aktif, di dalam bagian otak terjadi penumpukan sel mati, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan daya ingat. Itu intinya.

Lalu bagaimana hubungan membaca dengan menajamkan kepekaan? Bagi saya, membaca itu membawa kita pada sebuah pengalaman khusus, pengalaman yang berbeda dengan kegiatan kita lainnya, dan ini juga termasuk pengalaman dalam emosi. Membaca bagi saya bisa menjadi sebuah perjalanan mental, spiritual, dan emosional — tergantung dari jenis bukunya. Hal ini membuat saya bisa merasakan hal baru yang tidak akan saya dapatkan tanpa membaca. Saya menjadi peka terhadap lingkungan sekitar, atau bahkan trhadap hal yang di luar jangkauan keberadaan saya saat ini, baik dalam dimensi tempat, waktu, atau pun lingkungan sosial atau sejarah.

Bayangkan saja, bagaimana dengan membaca setidaknya saya punya sedikit bayangan tentang korban diskriminasi di suatu wilayah, korbanbully yang fenomenal, atau kondisi kemiskinan atau kesulitan hidup yang sangat ekstrim.

Dengan begitu, tentu saya jadi bisa berpikir lebih jernih, lebih mendalam, dan tidak asal mengeritik pada suatu hal dalam kehidupan orang lain baik di sekitar saya, di lain tempat yang jauh. Dengan kata lain, saya bisa merasakan simpati, atau sekadar empati atas keadaan yang menimpa orang lain, atau situasi tertentu di belahan bumi lainnya.

2. Membaca Itu Meningkatkan Pengetahuan & Memperluas Wawasan

Setiap membaca, otak kita mendapat asupan informasi baru, dan sewaktu-waktu itu bisa kita gunakan pada saat yang tepat. Jadi membaca menjadi semacam kegiatan menabung informasi, yang menambah pengetahuan di memori kita. Lagian, apa yang sudah kita baca dan terserap di otak, idealnya tak akan lenyap begitu saja. Ibaratnya, kita bisa kehilangan pekerjaan, uang, harta benda, bahkan tubuh kita bisa tergerus oleh penyakit. Namun, pengetahuan yang sudah menyatu dengan kita akan setia bersama memori kita.

Saya teringat kisah sahabat seprofesi saya, yang karena penyakit kanker yang diidapnya 3 tahun lamanya, akhirnya menghabiskan harta benda dan rumah yang dijualnya buat biaya pengobatan. Namun, dengan pengetahuan profesinya, ia berjuang keras tetap bekerja, dari tempat tidurnya. Kebetulan ia adalah seorang penulis dan penerjemah. Maka kedua hal itulah yang tetap dilakukannya di tengah kenyerian hebat yang menderanya, sampai dia menyerah total pada panggilan Sang Khalik. [Bersambung ke Bagian 3]

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI 

Fakta & Rahasia Saya Tentang Buku [Bagian 1]

Perpustakaan mini
Perpustakaan mini

Seminggu terakhir ini saya membaca enam buah buku dari berbagai jenis. Baiklah langsung saja saya sebutkan keenam buku tersebut, agar lebih konkrit.

1.     Momwriter’s Diary (Dian Kristiani, Penerbit BIP, 2013): Ini buku baru dalam koleksi saya. Buku ini menambah wawasan saya tentang suka duka dan seluk beluk menjadi penulis buku. Sebuah bacaan ringan, menghibur, sekaligus bermanfaat.

2.     The Shy – Aku Melihatmu, Apa Kamu Melihatku? (Triani Retno A, Penerbit Anak Kita, 2014): Sebenarnya Novel Komik (Nomik) ini ditujukan untuk pembaca remaja. Namun banyak hal yang membuat saya menikmatinya, baik dari ide, gaya tulisan, dan pengetahuan baru yang dimasukkan oleh penulisnya dalam ceritanya. Oh ya, sebenarnya ini buku anak-anak di rumah. Selda & Sellyn dikirimi oleh editor penerbit buku ini. Sellyn (10) dan Selda (11) mendapat kepercayaan dari Editor, untuk menjadi peresensi buku ini. Ini karena sebelumnya mereka pernah menjadi pembaca pertama dari beberapa naskah novel.

3.     The Golden Rules of Success (Ben B Nur, Courage Institute, 2008): Saya beruntung mendapatkan buku ini dari penulisnya. Saya sudah membaca sebelumnya, namun karena belum tuntas, maka minggu ini saya ingin menyerap kembali manfaat buku yang inspiratif dan memotivasi diri ini. Dari buku ini, saya mendapatkan pencerahan jiwa, karena banyak ilustrasi kehidupan yang menyentuh keseharian orang pada umumnya, termasuk bagaimana menyikapi sebuah keadaan dengan tetap optimis, bijaksana dan berpikir positif. Terima kasih, Pak Ben!

4.     Favorite Fast & Easy Crosswords (PennyPress, 2010): Ini buku yang saya simpan sejak empat tahun lalu. Ketika sedang memeriksa lemari buku, saya tertarik mengeluarkannya kembali, dan mengisi teka-teki silang yang belum sempat saya selesaikan sebelumnya. Asyik lho, karena kalau kita mendapatkan kebuntuan, ada kunci jawabannya di bagian belakang buku ini. *senyum dong*

5.     Menulis Artikel dan Tajuk Rencana (Panduan Praktis Penulis & Jurnalis Profesional (drs. AS Haris Sumadiria, M.Si., Simbiose Rekatama Media, 2005)

Bukunya terbitan lama ya? Memang, namun isinya masih up to date lho. Penyakit saya, beli dulu bukunya, nah saking banyaknya tumpukan buku, akhirnya bacanya bisa setelah sekian tahun sesudahnya. Itulah keistimewaan buku, tak lekang dimakan zaman.

6.     Creative Writing (A.S. Laksana, Gagas Media, 2013): Saya sedang menekuni kembali latihan menulis kreatif. Buku ini sarat dengan pengetahuan untuk meningkatkan keterampilan menulis. Kebetulan, saya melihat Selda & Sellyn sedang membaca buku ini. Akhirnya saya ikut membaca kembali, dan berdiskusi dengan kedua anak itu. Seru lagi, belajar bersama-sama dengan anak-anak yang juga suka membaca dan menulis.

Bacaan Seminggu Ini |Foto: Indria Salim
Bacaan Seminggu Ini |Foto: Indria Salim

Apakah jumlah buku yang saya baca minggu ini sudah cukup? Saya akui, kecuali membuat resensi, saya tidak selalu membacanya dengan tuntas dan urut. Saya yang agak pembosan ini, punya pola kebiasaan membaca sesuai kebutuhan dan meloncat-loncat. Apalagi mengingat bahwa selain suka membaca, saya juga suka mengoleksi buku. Apa saja, asal menarik minat seketika itu, saya cenderung tergoda mengoleksinya. [Bersambung ke Bagian 2]

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI 

Menulis bagi Guru, Itu Keniscayaan [Bagian 2 – Tamat]

Seiring dengan kemajuan teknologi internet, saya mulai membuat blog pribadi. Lalu, hal ini saya sarankan juga pada siswa di kelas. Dari sini, timbul banyak pertanyaan siswa. Tentang manfaat dan kerugian berselancar di internet, tentang teknis membuat blog, tentang pemikiran lapangan pekerjaan di masa depan, dan hal lain yang kadang tidak terduga, diajukan oleh siswa di kelas.
Berikut saya tampilkan dua tautan blog penulis cilik, sebagai contoh nyata pengaruh budaya menulis yang ditularkan oleh guru, baik di sekolah atau pun di rumah.

www.kompasiana.com/sellynnayotama

Sellyn, siswa kelas IV-B, SD Gracia. Usia: 9 tahun. Hobi: (banyak) — membaca (paling suka), belajar menulis, bikin komik ngasal, belajar piano, sepedaan

www.kompasiana.com/seldasellyn

Selda, siswa SD Gracia, berusia 10 tahun. Kutubuku yang belajar menulis dan main piano.
Suatu keuntungan, sebelum menjadi guru, saya mendapatkan pengalaman dan keterampilan menulis dari pekerjaan di kantor sebelumnya. Maka, begitu ada kesempatan mengajar, saya melihat bahwa siswa seharusnya menjadi penerima utama manfaat pengalaman saya menulis. Dunia pengajaran dan pendidikan, sangat erat hubungannya dengan kegiatan menulis dan membaca. Guru dan Kepala Sekolah hendaknya menjadi agen utama yang menanamkan budaya menulis dan membaca.

Guru perlu meningkatkan keterampilan menulis, a.l. dengan ikut workshop penulisan. |Foto: Indria Salim
Guru perlu meningkatkan keterampilan menulis, a.l. dengan ikut workshop penulisan. |Foto: Indria Salim

Konsekuensinya, agen utama berkewajiban memiliki kemampuan yang kuat agar bisa mentransformasikan pengetahuan dan keterampilan menulis dan membaca para siswa. Sungguh menyedihkan, bila siswa diharapkan mengalami perkembangan dan peningkatan kecerdasan, sementara guru mereka tidak memeliki keterampilan memadahi dalam mengamalkan ilmu dan pengetahuan yang diajarkan.

Guru — termasuk Kepala Sekolah, berperan sebagai panutan, menjadi contoh nyata dalam kata, sikap, dan tindakan, sekaligus pemimpin yang mengarahkan siswa —  menyiapkan diri menyongsong masa depan penuh kemandirian & percaya diri.

Menulis, dan membaca menjadi bagian integral dan persyaratan utama seorang guru ideal. Menulis bukan saja untuk menjadi penulis. Menulis semakin nyata menjadi bagian dari ilmu kehidupan, seumur hidup. Maka, hanya guru yang menulis, akan lebih menghayati pengalaman dan pengetahuan hal ini, dan mampu membimbing para siswa agar menulis sebagai kebiasaan sehari-hari. Ini sangat efektif bila guru sendiri bisa menampilkan bukti nyata bahwa menulis adalah kesehariannya.
Menugaskan murid menulis, sementara guru tidak menulis adalah hal yang timpang, dan tidak bisa diharapkan hasilnya secara optimal.Menulis bagi guru adalah keniscayaan. Menulis bagi murid adalah pengharapan, dan idealnya kesenangan yang mencerdaskan.
Artikel ini penulis ikut sertakan dalam lomba menulis yang diadakan oleh Program Tanoto Foundation. |Twitter: @IndriaSalim

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI

Menulis bagi Guru, Itu Keniscayaan [Bagian 1]

foto5-1-menulis bagi guru-1
Keterampilan Menulis Bukan Hanya Buat Penulis Buku

Berbagi gagasan dan pengalaman melalui tulisan, saya terapkan di kelas-kelas di mana saya mengajar beberapa mata pelajaran. Ini merupakan latihan yang penting, dan menjadi alat pemantauan kemajuan siswa dalam belajar bahasa. Setiap sesi, saya menugaskan siswa membuat sebuah karangan pendek, dengan topik yang sesuai dengan rencana kurikulum yang ada. Pada pelajaran berikutnya, mereka saya minta membacakan tulisan masing-masing, di depan kelas. Kadang, mereka saya minta menulis skenario drama, dan secara kelompok, mereka memeragakan drama yang mereka tulis sendiri.

Sesudah itu, kelas akan saya minta memberikan umpan balik atas penampilan masing-masing. Para siswa bisa memberi kritik, komentar, atau mengajukan pertanyaan. Ini saya lakukan dalam mata pelajaran apa pun yang menjadi bidang studi penugasan saya.
Pada awal proses penugasan menulis, siswa kesulitan mengungkapkan gagasan sejak kalimat pertama. Banyak yang mengalami kebuntuan. Lalu saya berkeliling ke setiap bangku, dan membimbing mereka dengan cepat — secara individual selama sesi berlangsung.
Lambat laun, siswa memilih memanfaatkan saat istirahat, dengan berbincang di dalam kelas, atau di kantin, tentang latihan menulis mereka. Ada beberapa siswa yang kemudian mengembangkan kebiasaan menulis jurnal, dengan tulisan tangan. Ini menyentuh sekali. Perubahan sikap siswa sungguh menggembirakan. Dari yang semula sangat cuek, menjadi sangat antusias, dan saya memanfaatkan pemetaan kelas, yang satu dengan kelas lainnya memiliki situasi berbeda.

Ada siswa yang gagap bicara, saya motivasi untuk membacakan saja tulisannya di depan kelas. Ada siswa yang paling cerdas dan cepat menangkap instruksi, aktif mengajukan pertanyaan beberapa langkah lebih maju dari rekannya. Siswa yang lebih cerdas, saya motivasi untuk menyemangatkan dan membimbing teman-teman di kelompoknya.

Usaha ini lambat laun menunjukkan hasil. Siswa menikmati pelajaran saya, dan mereka tidak lagi takut mengungkapkan kesulitan, atau mengajukan pertanyaan yang sedikit di luar topik mata pelajaran di kelas.
Bagi siswa, tugas menulis menjadi ajang menyalurkan perasaan dan pemikiran mereka. Saya menggunakan hal ini untuk memotivasi mereka agar menjadi anak yang mandiri, kreatif, percaya diri, kritis, analitis, dan setia kawan. Ada keceriaan saat menugaskan siswa membahas sebuah tema tertentu, dan menuangkannya kembali menurut pemikiran mereka. Ini memang perlu perhatian ekstra. Saya selalu pulang membawa setumpuk lembaran pekerjaan menulis siswa. Namun, semakin saya meneliti tulisan para siswa, semakin saya tergerak untuk mendorong mereka cinta menulis. Sungguh menyedihkan bila seorang pelajar tidak bisa menulis, bahkan hanya dua atau tiga paragraf untuk menceritakan kejadian atau situasi khusus di tempat tinggal masing-masing.
(Simak sambungan artikel ini di Bagian 2)

Guru mencoba pengalaman menulis di platform berbeda. Ini bisa menjadi daya tarik khusus bagi siswa, melatih ketekunan, keberanian mencoba hal baru yang positif, dsb. |Foto: Dokpri
Guru mencoba pengalaman menulis di platform berbeda. Ini bisa menjadi daya tarik khusus bagi siswa, melatih ketekunan, keberanian mencoba hal baru yang positif, dsb. |Foto: Dokpri
foto5-3
Menulis di sekolah, menulis di rumah. Sellyn (6 tahun), suka menulis karena Bu Guru |Foto: Indria Salim
Dari guru, siswa mulai suka menulis |Foto: Indria Salim
Dari guru, siswa mulai suka menulis |Foto: Indria Salim

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI 

Membaca Itu Modal Menulis

Membaca untuk Menulis
Membaca untuk Menulis

Ingin menulis namun pikiran buntu? Bacalah sesuatu, buku, majalah, koran, berita di internet, atau bahkan jurnal lama tulisan Anda sendiri.

Writer’s block ada yang menjadikannya kendala atau alasan tidak melakukan kegiatan menulis. Hal ini bisa melanda siapa saja, baik penulis pemula atau penulis dengan banyak karya yang sudah dipublikasikan. Kok tahu kalau penulis berpengalaman juga mengalaminya? Itu karena ada kisah mereka di blog atau terungkap di suatu media.

Lalu apa hubungannya dengan tulisan di sini?
Writer’s block, oleh sebagian penulis tidak diakui kejadiannya. Kata mereka, “Ah itu alasan yang dicari-cari. Mungkin itu hanya kemalasan atau tidak bisa mengatasi kedisiplinan menulis.”

Ada seorang teman yang sangat kuat disiplinnya dalam menulis sebagai kegiatan penting untuk menghasilkan karya. Dia bilang, “Kuakui kadang ada saatnya aku merasa ‘nge-blank’. Seharusnya aku menulis, karena ini jadwal rutin. Target sudah jelas, tema sudah ada. Mendadak kok aku tidak tahu apa yang harus ditulis.”
Teman itu (sebut saja A), melanjutkan ceritanya, “Tapi jangan salah, inilah tantangan yang harus ditaklukkan — bukan dihindari. Aku punya beberapa cara menyiasati kebuntuan. Kutinggalkan sebentar meja kerja, melongok ke halaman dan bertegur sapa dengan siapa saja yang kujumpai di luar kamar kerja. Bisa juga, kuambil satu atau dua buku dari koleksi di lemari, kubaca acak halamannya, dan “klik” – pikiranku jadi terang dan tamatlah episode otak buntu.”

Membaca memberi asupan materi menulis

Banyak membaca memberikan wawasan baru, memperluas cakupan kemungkinan yang bisa kita tulis, dan memperdalam pengetahuan tentang suatu hal. Ini akan membantuk kita menjadi penulis yang lebih baik, bukan karena kita menjadi peniru dari apa yang kita baca – namun memberikan perspektif yang memperkaya nuansa tulisan kita.

Ini bisa berarti bahwa bila kita membaca buku tertentu, dan secara khusus kita memerhatikan dan mempelajari gaya penulisan seorang pengarang buku dengan genre tertentu, misalnya, maka kita mendapatkan pemahaman tentang genre yang kita tulis.

Membaca dari ahlinya

Seperti pada kebanyakan keterampilan, menulis pun sebaiknya dimungkinkan dengan belajar dari buku yang ditulis oleh maestro. Tentu ini bukan hal mutlak dan satu-satunya cara. Setidaknya, mencermati dan mengalami proses membaca dari buku yang baik, bisa memberikan kontribusi contoh penulisan yang baik.

Ada banyak manfaat membaca buku yang bermutu, atau tepatnya dari penulis yang baik, yaitu dalam hal mencontoh dari orang yang berpengalaman — misalnya: mempelajari kelancaran menulisnya, pemilihan diksi, pengayaan kosakata, mendapatkan informasi dan pembelajaran baru, mempelajari struktur kalimat yang baik dan benar, mengembangkan daya pikir, dan sebagainya.

Demikian tips singkat tentang menulis kali ini.| Twitter: @IndriaSalim

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Headline (HL), yang bisa dilihat di SINI 

[Sosok] Penulis Buku Keren “Anak Bukan Kertas Kosong”

Mas Bukik dan putrinya, Damai |Foto: Dokpri Bukik
Mas Bukik dan putrinya, Damai |Foto: Dokpri Bukik

Budi Setiawan, alias Bukik, menerbitkan buku terbarunya, “Anak Bukan Kertas Kosong” (ABKK). Ia adalah seorang fasilitator, penulis buku, blogger, dan khususnya — Kompasianer.

Selain profesinya sebagai penulis, Bukik adalah pegiat dan penggiat gerakan pendidikan  seperti Indonesia Bercerita dan Bincang Edukasi. Ia juga penggagas Suara Anak, sebuah forum yang memberi kesempatan pada anak-anak usia 7-15 tahun untuk bercerita tentang pengalaman dalam menekuni kegemaran atau bakat mereka.

Pada tahun 2013, Bukik meluncurkan aplikasi pendidikan berjudul Takita yang menggunakan sistem operasi iOS 7 (iPhone dan iPad). Takita digunakan untuk mengetahui jenis kecerdasan anak yang dikembangkan berdasarkan teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Howard Gartner.

Penulis buku ABKK yang pernah menjadi dosen di Fakultas Psikologi – Universitas Airlangga ini, mengaku belajar banyak dari putri-nya yang bernama Damai (9 tahun), dalam proses pengasuhannya sebagai ayah. Keseharian pengalamannya ini lalu dituangkan dalam karya buku yang terbaru itu. Bukik menekankan prinsip pola pengasuhan dengan cara menerima “bawaan anak apa adanya”. Ia membagi pemikiran dan pengalamannya dalam menerapkan pendekatan apresiasi atas keistimewaan anak, dan di pihak lain — menunjukkan penerimaan atas kelemahan anak. Diakuinya, ini tidak selalu mudah dijalani.

Buku ABKK adalah hasil dari serangkaian pembelajaran, riset, penggalian, dan pengamatan dari pengalaman penulisnya sendiri, pengalaman orang tua yang lain, dan prinsip pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. 

Anak Bukan Kertas Kosong
Anak Bukan Kertas Kosong

Pemahaman Bahwa Setiap Anak Itu Istimewa

Setiap anak terlahir dengan potensinya masing-masing. Dalam penuturan bergaya ringan, buku ABKK memberi penjelasan mendalam, bagaimana orang tua bisa menemukan potensi anak mereka. Dengan demikian, suatu usaha pengembangan anak akan menjadi proses yang menakjubkan bagi kedua belah pihak.

Bukik menggali ajaran Ki Hajar Dewantara, dan menemukan warisan konsep berharga yang menjawab kegelisahannya tentang pendidikan anak, dan bagaimana mengantar anak-anak menyongsong masa depan mereka. Maka, dalam gagasan dan praktik pendidikan Ki Hajar Dewantara. Bukik menangkap adanya tiga pemikiran pokok *), yaitu:

Pertama, bahwa setiap anak itu istimewa. Anak mempunyai kodratnya sendiri yang tidak bisa diubah oleh pendidik. Pendidik hanya bisa mengarahkan tumbuh kembangnya kodrat tersebut.

Kedua, Belajar bukan semata memasukkan pengetahuan ke diri anak. Maka, belajar adalah proses membentuk pengetahuan, mengonstruksikan dan pemahaman.

Ketiga, pentingnya peran keluarga dalam pendidikan anak. Keluarga adalah pusat pendidikan. Peran orang tua dalam hal ini, tidak tergantikan oleh pihak mana pun, baik itu sekolah, lembaga pendidikan atau lainnya. *) — (ABKK, hal. xxiv)

Penulis beruntung sudah membaca buku ABKK ini. Berikut adalah hal-hal yang membuat penulis bersemangat membaca buku ABKK.

Buku ini sangat bermanfaat, karena menambah wawasan tentang konsep-konsep pendidikan, sekaligus menjadi panduan praktis pengembangan bakat anak.

Buku ini memberi keasyikan membaca, karena cara penyajian yang penuh warna, berdasarkan penjelasan ilmiah, praktis dan bisa diterapkan di rumah dan oleh diri sendiri, bisa dibagikan ilmunya ke teman-teman yang bergelut dengan pendidikan anak.

Buku ini memberikan hiburan bermutu, dalam kemasan yang funky, populer, tata letak menarik dan huruf yang nyaman dibaca.

Buku ini disajikan dengan gaya bahasa dan penuturan yang mengalir dan membuat pembaca ingin terus mengetahui lebih lanjut dari setiap halaman dan isinya.

Buku ini memberikan bonus berupa Poster “8 Kecerdasan Majemuk”, Poster “Stimulasi Anak Berdasarkan Kecerdasan Majemuk”, dan Poster “Pengenalan Kecerdasan Majemuk”.

Selain yang sudah disebutkan di atas, masih banyak hal yang sangat menarik yang tercakup sebagai satu paket bacaan buku sarat manfaat.  Untuk lengkapnya, silakan simak lebih lanjut di SINI dan di SINI .

Salam Kompasiana!  |@IndriaSalim

Catatan: Tulisan ini dimaksudkan sebagai apresiasi atas hadirnya ABKK — sebuah buku yang perlu direkomendasikan kepada Anda yang ingin menyiapkan anak agar kelak bisa mandiri dan bahagia

Referensi: Buku “Anak Bukan Kertas Kosong”http://buku.temantakita.com/

http://rumahinspirasi.com/bukik-takita-dan-aplikasi-pendidikan/

*) Tulisan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana dan menjadi artikel Highlight (HLt), yang bisa dilihat di SINI  

Komik Macan Putih: Bacaan Segala Umur (bagian #3 – Selesai)

Beda Komik Macan Putih dengan komik lainnya antara lain: setting jelas yg akrab dengan masyarakat Indonesia, waktunya, lokasinya,dan kisah sehari-harinya (lokal). Tetap menjaga nilai-nilai sebagai orang Indonesia, meskipun tampilan disesuaikan dengan situasi terkini, alih-alih setting seperti zaman dulu ketika orang masih pakai kebaya.

Konten lokal sudah dilirik oleh penerbit-penerbit spesialis komik dari luar. Bagaimana kalau itu terjadi? Tantangan terberatnya apa? Jepang dan Negara lain yg produksinya sudah besar, banyak sekali sequel-nya. Ada yang terbit bulanan, ada cerita dari satu superhero yang sama – – hal inilah yang menjadi tantangan.

Pencipta lain sebaiknya bergabung dalam proyek ini, agar Indonesia komik menjadi benar-benar besar. Namun, menurut Donny itu bagus saja kalau penerbit luar mengangkat konten Indonesia. Hanya saja menurutnya, Indonesia sebaiknya tidak meniru komik yang ada di Amerika, jepang, atau Negara lain yang popular dengan hal itu. Ada identitas Indonesia yang bisa ditonjolkan.

Sebelum acara tanya-jawab, Donny mendemonstrasikan sketsa dan coretannya membuat gambar yang “mirip” dengan yang sudah diterbitkan. Dia menjelaskan tentang konsep desain Macan Putih. Yang tampak seperti “kulit Macan Putih” itu sebenarnya adalah entitas yang hidup, bukan kostum semata. Dari gelang yang dikenakan, lalu mengunci dan menyatulah kekuatan Macan Putih dengan manusia yang di”masukinya”. Dan ini melindungi host-nya. Karena Kinan baru mendapat kekuatannya, maka ia belum bisa tahu banyak tentang kegunaan optimal kekuatan Macan Putih.

Ada Kompasianer bertanya apakah komik ini nantinya akan dilengkapi dengan penciptaan gimmick. Ini tidak tertutup kemungkinannya untuk bisa berkolaborasi. Saat ini, Quality Controlmasih ditangani oleh Donny dan Irfan.

Penulis mengakui bahwa awal komiknya ini, tentu masih ada kekurangan. Karenanya, ia akan menyambut baik adanya saran dan masukan dari banyak pihak, dan ini demi penyempurnaan seri super hero berikutnya, dan pencapaian visi misi pengadaan komik ini. Penulis merasa bahwa penerbit sangat menysukuri dukungan Gramedia Pustaka Utama yang menyambut tujuan memajukan komik Indonesia.

Mengamati Model Sebelum Menggambar (Foto: Indria Salim)
Mengamati Model Sebelum Menggambar (Foto: Indria Salim)

Ikhwal Judul Komik

Judul komik seri super hero yang pertama adalah Macan Putih,karena menurut Irfan, itu ide awal yang tersedia, selain juga menjadi ide judul yang paling pas, dan akrab di telinga orang Indonesia. Namun, sangat mungkin kalau pada seri yang lain, judulnya adalah nama orang., seperti komik yang sudah dikenal sebelumnya di masa silam, misalnya Gundala Sang Putra Petir.

Royalti Buku

Dalam hal perhitungan royaly, prinsipnya adalah “kekeluargaan”. Hal-hal menyangkut tim ilustrasi ada dalam koordinasi Donny, dan ini termasuk artis yang menggarap sampul depan: Keiko.

Pengenalan Komik Macan Putih dan wahana “fans club“.

Dalam hal ini Irfan dan Donny menekankan bahwa prinsipnya semua disambut baik, asalkan calon mitra punya visi misi mengangkat Komik dan nilai luhur keIndonesiaan. Sebenarnya, soal profit itu akan mengikuti seiring dengan perkembangan bisnis.

Setelah acara Tanya Jawab, Kang Pepih Nugraha diusulkan menjadi super hero terpilih saat itu, untuk dibuat gambar komiknya. Maka terjadilah dialog lucu tentang gambaran Kang Pepih dalam komik. Terciptalah “Mas Pep”, nama komik usulan Irfan. Mas Pep, yang bersayap dan berwajah seperti model aslinya ini, menurut Irfan bisa terbang dan melihat tembus pandang. Bagus juga!

Model dan gambar komiknya (Foto: Indria Salim)
Model dan gambar komiknya (Foto: Indria Salim)

Segmentasi Pasar Komik Macan PutihDari sisi cerita, Komik Macan Putih ditulis dengan pemilihan kata-kata yang hati-hati. Ini dimaksudkan agar pembaca dari segala usia bisa menikmatinya. Meski begitu, jika dilihat dari segi tingkat konflik dalam ceritanya, mungkin komik ini lebih bisa dipahami oleh pembaca dengan usia minimal setingkat siswa SMP. Secara umum, bisa saja pembaca yang lebih muda tertarik dengan buku ini, dan itu baik-baik saja.  Dari sisi gambar, Donny mengatakan bahwa adegan perkelahian dibuat sedemikian rupa hingga tetap bisa diterima dan sesuai buat pembaca berusia lebih muda.

Sebelum semua bubaran, sebagian Kompasianer menyerbu kasir untuk membeli buku komik keren ini, karena ada kesempatan untuk minta tanda tangan Irfan dan Donny.

Akhirnya, saya merasa mendapatkan manfaat dari acara langka ini, sebuah acara bedah buku yang dihadiri oleh peminat dan Kompasianer yang antusias dengan nara sumber dan moderator yang meriah renyah.

Keesokan harinya (Selasa, 15/4) saya dan rekan Kompasianer (Yunika Umar) mendapat kabar terpilih sebagai penerima hadiah untuk live tweet contest Komik Macan Putih.

Penulis secara khusus berharap bahwa terbitnya Komik Macan Putih: seluruh usia bisa menikmatinya.

Mas Nurul menutup pertemuan bermanfaat ini dengan menyampaikan harapan agar virus kecintaan terhadap Komik Indonesia akan menyebar dan berkembang subur kembali.

*) Postingan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana — di SINI.

@IndriaSalim

Komik Macan Putih: Bacaan Segala Umur (Bagian #1)

Komik Seri Super Hero Macan Putih
Komik Seri Super Hero Macan Putih

Undangan menghadiri acara bedah buku komik berjudul Macan Putih “Yang Terpilih” dari Kompasiana & Gramedia Pustaka Utama (GPU) menarik minat saya untuk menghadirinya. Ini khususnya karena saya kebetulan sedang memotivasi anak-anak di rumah (mereka masing-masing berusia 11 tahun dan 9 tahun) agar bisa membuat konsep komik yang lebih serius. Mereka  saya amati suka corat-coret bikin komik khas  ide anak-anak.

Menggambar komik (Foto: Indria Salim)
Menggambar komik (Foto: Indria Salim) 

Saya makin penasaran ketika sebelum ada acara bedah buku komik berjudul Macan Putih, “Yang Terpilih” ini, saya mendapat kiriman buku komik lokal untuk anak-anak. Saya ingin tahu proses kreatif penerbitan komik.
Maka saya hadir dalam acara Bedah Buku Komik ini, khususnya karena Komik Seri Super Hero Macan Putih merupakan hasil kolaborasi antara penulis (Irfan Ihsan),  illustrator (Donny Gandakusuma) , pewarna/ colorist (Novita Tesalonika), dan editor (Mirna Yulistianti, GPU). Untuk pewarna khusus cover adalah Keiko Takahashi.
Saya berpikir, “Ini kesempatan pertama saya mendapatkan pengetahuan baru tentang Komik, yang judulnya ‘misterius’, dan diselenggarakan oleh Kompasiana pula!”

Ki-ka: Donny Gandakusuma, Irfan Ihsan, Nurul (Foto: Indria Salim)
Ki-ka: Donny Gandakusuma, Irfan Ihsan, Nurul (Foto: Indria Salim)

Menarik untuk dicatat, Irfan sang Penulis bertemu dengan Donny untuk pertama kalinya baru pada saat peluncuran buku mereka, yang berlangsung 4 April yang lalu. Memang, proses penerbitan ini dilakukan melalui hubungan antar 4 tempat yang tidak saja berbeda kota, namun juga lintas benua. Irfan ada di Washington D.C. — Amerika Serikat, Donny di Surabaya, Novita di Bandung, dan Mirna di Jakarta. Sebuah kolaborasi sukses yang layak mendapat acungan jempol.

Sungguh beruntung bahwa sebelum acara dimulai, saya berkesempatan ngobrol dengan Irfan Ihsan dan Donny Gandakusuma. Saya terkesan sekali saat Irfan mengatakan bahwa penerbitan Komik Macan Putih itu baru awal dari sebuah tujuan yang lebih besar dari sekadar menerbitkan satu seri komik. Penerbitan komik ini dimaksudkan menjadi suatu bagian dari gerakan untuk membangkitkan kecintaan pembaca kepada komik Indonesia.

Bedah buku dipandu oleh Admin Kompasiana, Mas Nurulloh, yang di awal sapaannya mengatakan adanya kemungkinan akan ada peserta yang bisa digambar oleh illustrator Komik Macan Putih, Donny Gandakusuma. (Bersambung)

*) Postingan ini sebagai arsip artikel Penulis, yang sebelumnya diunggah di blog Kompasiana — di SINI.

 

Sepuluh Manfaat Membaca (Bagian 2 – Selesai)

Baiklah saya sudahi kisah awal pengenalan dunia membaca sampai di sini. Yang mungkin lebih relevan buat Anda adalah mengetahui manfaat membaca pada umumnya, sependek pemikiran saya.

1.    Melatih keterampilan analitis dan daya pikir: Ini khususnya berlaku bila kita membiasakan diri membaca dengan kritis. Saat membaca, kita tidak begitu saja menelan isi materi yang disajikan penulis.Di sini ada proses dalam mencerna materi yang kita baca. Dari situ, maka timbul reaksi otak, maupun reaksi pikiran. Apakah kita menyukai, menyetujui, memiliki pertanyaan atas tulisan tersebut, dan bahkan ingin menyampaikan pendapat kita tentang hal yang kita baca itu.

2.    Meluaskan daya imajinasi otak dan melatih daya cipta.Membaca memperluas imajinasi kita. Ini akan membuat kita lebih percaya diri, yakin akan kemampuan kita untuk memahami dan menghargai berbagai aspek kehidupan. Pikiran kita mendapatkan jalan untuk berpikir tentang aspek-aspek berbeda dari suatu hal , dan dengan begitu memampukan kita untuk mempertanyakan dan membuat kesimpulan atas hal-hal tersebut.

3.    Meningkatkan kemampuan kita untuk fokus. Sebagai seorang pembaca, kita mendapat kesempatan melatih daya konsentrasi. Ini agar kita bisa lebih fokus pada berbagai aspek kehidupan yang harus kita hadapi kelak. Jika pikiran kita terfokus, maka ini memampukan kita menjadi lebih atentif dalam praktik kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuan berkonsentrasi dan fokus, tubuh dan pikiran kita bisa menjadi tenang; dan ini diperlukan untuk bisa menghadapi dan menyikapi masalah secara obyektif, demi pembuatan keputusan yang baik dan tepat.

4.    Membantu kita mencapai tujuan atau cita-cita. Orang-orang yang mengembangkan kebiasaan membaca sejak kecil lebih mampu menentukan tujuan mereka dalam kehidupan. Membaca juga membantu mereka dalam mencapai tujuan-tujuan ini karena sekali seseorang suka membaca buku dan bahan bacaan lain, maka akan lebih mudah baginya untuk mulai mengarahkan perhatian dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai.

5.    Memberi kepuasan mental dan emosional : Hal ini dimungkinkan karena dengan membaca, pikiran kita mau tidak mau menjadi aktif secara positif. Ini baik bagi otak kita, seperti halnya olah raga dan senam baik bagi tubuh dan otot kita.

6. Memberi bekal cukup untuk menjadi pembicara yang baik.Membaca menambah pengetahuan dan memberi pilihan materi pengetahuan yang luas cakupannya. Orang yang tahu sesuatu yang berkualitas, cenderung dapat berbicara tentang suatu hal dengan baik dan lancar. Ini akan menumbuhkan rasa hormat dan pengakuan dari orang-orang di sekitarnya, atau pendengarnya. Sebaliknya, bila seseorang itu pengetahuannya kurang, atau tidak menguasai bidang tertentu, maka ia tidak bisa menjadi pembicara yang baik.

7.    Memberi bekal cukup untuk mampu menulis dengan baik.Tidak semua pembaca itu penulis. Banyak orang membaca buku atau koran namun tidak pernah dapat menuliskan ideya sendiri. Ini karena mereka tidak memiliki pemahaman yang cukup dari bacaan mereka. Berbeda dengan itu, adalah pembaca yang baik. Pembaca yang baik, adalah pembaca yang tekun, cermat, dan kritis sehingga mampu mengapresiasi tulisan yang baik, dan membedakannya dengan tulisan yang buruk. Ini sebabnya, untuk menjadi penulis yang baik – penulis apa saja, maka kebiasaan membaca itu wajib hukumnya, setidaknya ini syarat utama. Kita tidak bisa menulis tanpa terlebih dahulu “belanja pengetahuan” dan memahami bagaimana bahasa bekerja untuk mengkomunikasikan ide-ide.

8.    Memperkaya pelajaran tentang kehidupan & menambah wawasan. Banyak hal yang sebelumnya tidak kita pahami, menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menambah wawasan setelah banyak membaca. Mungkin membaca biografi, kisah sukses dan jatuh bangunnya seorang tokoh, dan lain sebagainya. Hal ini tentu menjadi relevan bila ada sesuatu yang bisa kita jadikan pelajaran dan pembelajaran. Ada pesan atau inti pembelajaran yang bisa kita petik setelah membaca.

9.    Menjadi dasar untuk meningkatkan ketrampilan teknis dan praktis. Pernah mendengar bahwa seseorang bisa mahir dalam suatu keterampilan tanpa harus mengambil pelatihan khusus? Atau mungkin Anda sendiri bisa mengatakan bahwa Anda menguasai keterampilan memperbaiki AC, atau motor secara otodidak? Hal ini bisa dimungkinkan dengan membaca buku keterampilan di bidang itu.

10. Membuat pikiran terbuka dan menerima perbedaan dengan budaya, atau pemikiran orang lain. Sekadar mendengar informasi tentang budaya lain yang berbeda dengan budaya kita, bisa menciptakan salah persepsi. Namun bila kita menyempatkan diri membaca secara mendalam tentang budaya tersebut, misalnya, maka kita akan mendapatkan pencerahan dan pemahaman dasar tentang budaya orang. Idealnya, ini akan membantu kita mampu memahami orang lain atau perbedaan dengan lebih baik. Dengan kata lain, membaca itu meminimalisir kepicikan.

Kesimpulannya, membaca itu memperluas cakrawala pengetahuan, menambah kosakata yang berguna dalam mengkomunikasikan gagasan, dan meningkatkan sikap toleransi dan keterbukaan pada lingkungan, masyarakat atau budaya dan lain-lain yang berbeda dari kita, atau yang kita ketahui sebelumnya.

Sekian, mohon maaf bila tulisan ini  tidak sepenuhnya sesuai dengan pendapat Anda.

*) Artikel ini sudah Penulis unggah di blog Kompasiana, di sini: SINI.

Artikel lain: Dua Jurus Ampuh dalam Menulis